UNIVERSITAS INDONESIA PEMANFAATAN PATI UMBI GARUT UNTUK PEMBUATAN PLASTIK BIODEGRADABLE SKRIPSI RYAN ARDIANSYAH 0706270062 FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA DEPOK JUNI 2011
UNIVERSITAS INDONESIA PEMANFAATAN PATI UMBI GARUT UNTUK PEMBUATAN PLASTIK BIODEGRADABLE SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia dan disetujui untuk diajukan dalam sidang ujian Skripsi.
RYAN ARDIANSYAH 0706270062 FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA DEPOK JUNI 2011
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat
dan rahmat-Nya skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Skripsi
dengan judul “Pemanfaatan Pati Umbi Garut untuk Pembuatan Plastik
Biodegradable ” ini disusun sebagai salah satu persyaratan akademis untuk meraih gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Kimia FTUI.
Dalam proses pendalaman materi skripsi ini, tentunya penulis banyak mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terima kasih yang dalam-dalamnya penulis sampaikan kepada :
1. Dr. Heri Hermansyah, ST., M.Eng selaku pembimbing skripsi dan pembimbing akademis atas segala ide, kritik, serta sarannya kepada penulis.
2. Prof. Dr. Ir. Widodo W. Purwanto, DEA, selaku Ketua Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
3. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk yang telah memberikan dana penelitian melalui program Indofood Riset Nugraha 2010/2011.
4. Mang Jajat, Mang Ijal, Mbak Fita, Ius, Mas Sriyono, Mas Taufik dan semua karyawan DTK yang selalu membantu penulis.
5. Ibu, Bapak, dan semua keluargaku yang selalu mendampingi, memberikan nasihat, dan membantu, baik secara moril maupun materiil.
6. Vista Sandy atas perhatian, dukungan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini melalui kata- katanya “break your neck to keep your chin up”.
7. Zayyanatun Zulfa sebagai partner penelitian atas bantuannya selama penelitian, berbagi informasi dan selama menyelesaikan makalah skripsi ini.
8. Edi, Ikha, Muthia, Ikmalul, Sukma, Valent, Winda, Ayuko, Eka, Edi, Ani, Suci, dan temen RPKA lainnya yang telah banyak membantu.
9. Teman-teman Teknik Kimia UI angkatan 2007 atas suka dan duka selama ini.
10. Desir Detak Insani atas usahanya yang telah banyak membantu dalam mencarikan umbi garut.
11. Teman-teman IRN 2010 yang saling menukar informasi.
12. Pihak-pihak lainnya yang mendukung dan membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
iv
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
tugas skripsi ini. Untuk itu, saran dan kritik sangat penulis harapkan untuk
memperbaiki penulisan di masa yang akan mendatang.
Depok, Juni 2011
Penulis
vi
ABSTRAK
Nama : Ryan Ardiansyah Program Studi : Teknik Kimia
Judul : Pemanfaatan Pati Umbi Garut untuk Pembuatan Plastik Biodegrdadable
Masalah lingkungan dari pembuangan limbah plastik turunan minyak bumi telah menjadi isu penting karena sifatnya yang sulit diuraikan. Oleh karena itu, upaya telah dilakukan untuk mempercepat tingkat degradasi material polimer dengan mengganti beberapa atau seluruh polimer sintetis dengan polimer alami. Pati merupakan salah salah satu polimer alami yang dapat digunakan untuk produksi
material biodegradabel karena sifatnya yang mudah terdegradasi, melimpah, dan terjangkau namun memiliki kekurangan seperti kuatnya perilaku hidrofilik dan sifat mekanis yang lebih buruk. Untuk meningkatkan kekuatan mekanis pada pati, sejumlah kecil pengisi ( filler ) berupa bahan inorganik biasanya ditambahkan ke dalam matriks polimer. Oleh karena itu, bioplastik disiapkan dengan percampuran pati umbi garut sebagai matriks, gliserol sebagai pemlastis, dan ZnO sebagai filler dengan ukuran 500 nm melalui metode melt intercalation. Distribusi ZnO dari hasil SEM terbukti mempengaruhi FT-IR, UV-Vis, XRD, sifat mekanis, dan biodegradabilitas bioplastik. Ketika ZnO divariasikan dari 1-3 %wt kekuatan tarik
2 meningkat dari 18,704 kgf/cm 2 menjadi 53,947 kgf/cm ; derajat elongasi dan Water Vapour Transmission Rate (WVTR) menurun dari 25,14% menjadi 9,25%
-2 dan 9,1013 gr.m -1 .h menjadi 8,7729 gr.m .h . Jika konsentrasi gliserol divariasikan dari 10-30 %wt, derajat elongasi dan WVTR meningkat dari 9,25 %
-2 -1
-2 menjadi 20,68 % dan 8,4246 menjadi 8,7729 gr.m -1 .h ; kekuatan tarik menurun
2 dari 53,947 kgf/cm 2 menjadi 39,089 kgf/cm .
Kata kunci:
Biodegradabel; Bioplastik; Melt intercalation; Pati; Pemlastis; ZnO.
vii
ABSTRACT
Name : Ryan Ardiansyah Study Program : Chemical Engineering
Tittle : The Utilization of Arrowroot Starch for Producing Biodegradable Plastics
Environmental problems from petroleum derivatives waste has become an important issue because of difficult to degraded. So, the eforts have done for increasing degradation time through replacement of synthetic polymer with natural polymer. Starch is one of the natural polymer that is used for the production of biodegradable material because it is easily degraded, abundant, and
economically affordable but had disadvantages such as strong hydrophilic behavior and mechanical properties are worse. To improve the mechanical properties of starch, filler particles such as inorganic materials has been added in starch. Thus, bioplastics were prepared by mixing a arrowroot strach, glycerol, and ZnO particles of about 500 nm by the melt intercalation method. Distribution of ZnO from SEM affected the studies of UV-Vis, XRD, mechanical properties, and biodegradabilities. When ZnO was varied from 1 to 3 wt%, tensile strength
increased from 18.704 to 53.947 kgf/cm 2 while the degree of elongation and the Water Vapour Transmission Rate (WVTR) decreased from 25.14 to 9.25% and
-2 9.1013 to 8.7729 gr.m -1 .h . If the concentration of glycerol was varied from 10 to
30 wt%, the degree of elongation and WVTR increased from 9.25% to 20.68%
and 8.4246 to 8.7729 gr.m 2 .h . Tensile strength decreased from 53.947 kgf/cm to 39.089 kgf/cm 2 .
-2 -1
Keywords: Biodegradable; Bioplastics; Melt intercalation; Starch; Plasticizer, ZnO.
viii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil pengukuran partikel ZnO menggunakan PSA ......................................... 94
2. Data pengujian WVTR dari bioplastik dengan variasi ZnO ............................. 97
3. Data pengujian WVTR dari bioplastik dengan variasi konsentrasi gliserol ..... 98
4. Frekuensi gugus Inframerah .............................................................................. 99
xvii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk akan menambah penggunaan sumberdaya
alam dan energi secara besar-besaran yang berakibat terciptanya sampah yang menumpuk dalam jumlah sangat besar. Pada tahun 2008, produksi tahunan berbahan polimer mencapai 180 juta ton, dengan rata-rata konsumsi plastik per kapita di negara-negara maju berkisar 80-100 kg per tahun (Gonzalez-Gutierrez, 2010). Peningkatan yang cepat dalam produksi dan konsumsi plastik telah menyebabkan masalah serius terhadap sampah plastik, sehingga para ahli menyebutnya white pollution , yaitu bagaimana pencemaran ini diakibatkan oleh polutan putih (asap) terutama terdiri dari kantong plastik, gelas plastik, dan bahan plastik lainnya (Avella, 2009; David Plackett, 2003). Plastik banyak dipakai dalam kehidupan sehari-hari umumnya berupa poliolefin (polietilen, polipropilen) karena mempunyai keunggulan-keunggulan seperti kuat, ringan dan stabil, namun sulit terombak oleh mikroorganisme dalam lingkungan sehingga menyebabkan masalah lingkungan yang sangat serius (Gonzalez-Gutierrez, 2010). Dalam memecahkan masalah sampah plastik dilakukan beberapa pendekatan seperti daur ulang, teknologi pengolahan sampah plastik, dan pengembangan bahan plastik baru yang dapat hancur dan terurai dalam lingkungan yang dikenal dengan
sebutan plastik biodegradabel. Plastik biodegradabel dirancang untuk memudahkan proses degradasi terhadap reaksi enzimatis mikroorganisme seperti
bakteri dan jamur (Avella, 2009). Berbeda dengan jenis polimer sintetis, polimer alami merupakan bahan dasar pembuatan plastik yang baik karena terjangkau dan
cepat terdegradasi. Penggunaan material biodegradabel dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui sangat membantu mengurangi persentase limbah plastik. Oleh karena itu, beberapa upaya telah dilakukan untuk mempercepat tingkat degradasi material polimer dengan mengganti beberapa atau seluruh polimer sintetis dengan polimer alami dalam banyak aplikasi sebagai upaya untuk
1 Universitas Indonesia 1 Universitas Indonesia
(Avella, 2009; Gonzalez-Gutierrez, 2010).
Pati merupakan salah salah satu polimer alami dari ekstraksi tanaman yang
dapat digunakan untuk memproduksi material biodegradabel karena sifatnya yang ramah lingkungan, mudah terdegradasi, ketersediaan yang besar, dan terjangkau
(Yihu Song, 2008; Gonzalez-Gutierrez, 2010; Sandra Domenek, 2004). Namun, pati memiliki beberapa kekurangan seperti kuatnya perilaku hidrofilik dan sifat mekanis yang lebih buruk jika dibandingkan dengan polimer sintetis. Pati juga sebagian besar larut dalam air dan tidak dapat diproses melalui proses melting karena akan lebih dulu terdekomposisi sebelum mengalami proses gelatinisasi. Untuk meningkatkan kekuatan mekanis dan barrier properties pada pati, sejumlah kecil pengisi ( filler ) berupa bahan inorganik biasanya ditambahkan ke dalam matriks polimer. ZnO merupakan salah satu filler yang menarik digunakan karena ZnO adalah keramik piezoelektrik dan bersifat antimikroba (Wang Z. L., 2008). ZnO juga dibutuhkan oleh tubuh sekitar 15 mg per harinya. Sayangnya dalam jumlah filler yang kecil, total interface antara polimer matriks dengan filler jauh lebih kecil saat proses interkalasi berlangsung. Fauze et all., 2011, melaporkan bahwa melt-intercalation dari rantai poliaktida akan membentuk sudut inklinasi untuk masuk ke ruang bagian dalam lapisan ( host ) dari filler sehingga akan mempermudah masuknya bahan pengisi ke dalam matriks polimer.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dilakukan pembuatan bioplastik yang merupakan plastik biodegradabel. Banyak penelitian telah dilakukan untuk membuat bioplastik dengan berbagai polimer alami seperti protein, lemak, dan
polisakarida (Avérous, 2001; Rosentrater et. all, 2006; Siracusa et al., 2008). Penelitian-penelitian tentang bioplastik yang telah banyak dilaporkan terutama
dari protein sebagai sumber matriksnya seperti wheat gluten (Domenek et al., 2004; Gomez-Martinez et al., 2009; Jerez et al., 2005; Sun et al., 2008) dan egg albumen (Jerez et all. 2007). Dalam penelitian ini, pati umbi garut akan ditambahkan dengan filler ZnO untuk memperoleh bioplastik yang juga merupakan biokomposit ini dalam rangka meningkatkan kekuatan mekanis dan ketahanan terhadap permeabilitas air akan disiapkan dengan metode melt intercalation . Namun, kesulitan dalam penggunaan polimer sebagai material dari protein sebagai sumber matriksnya seperti wheat gluten (Domenek et al., 2004; Gomez-Martinez et al., 2009; Jerez et al., 2005; Sun et al., 2008) dan egg albumen (Jerez et all. 2007). Dalam penelitian ini, pati umbi garut akan ditambahkan dengan filler ZnO untuk memperoleh bioplastik yang juga merupakan biokomposit ini dalam rangka meningkatkan kekuatan mekanis dan ketahanan terhadap permeabilitas air akan disiapkan dengan metode melt intercalation . Namun, kesulitan dalam penggunaan polimer sebagai material
Untuk membentuk sifat plastis dari polimer alami maka diperlukan agen pemlastis
( plasticizer ). Pada umumnya, agen pemlastis yang digunakan termasuk dalam
kelompok poliol seperti gliserol, xilitol, dan sorbitol, sehingga digunakan agen pemlastis gliserol untuk mengoptimasi bioplastik. Banyak penelitian telah
dilakukan untuk membuat bioplastik dengan berbagai polimer alami dan metal oksida sebagai bahan pengisi dan juga material pemlastis. Namun bioplastik dari penggunaan matriks pati umbi garut dengan pengisi ZnO dan gliserol belum pernah dilaporkan.
1.2 Rumusan Masalah
Saat ini, masalah lingkungan yang memerlukan banyak perhatian adalah pengelolaan dalam peningkatan sejumlah besar limbah padat plastik. Pemecahan masalah lingkungan dilakukan dengan membuat dan memproduksi plastik biodegradabel dengan berbagai macam cara. Penelitian mengenai pengembangan bioplastik berbasiskan pati pun telah dilakukan. Pati merupakan salah salah satu polimer alami yang dapat digunakan untuk produksi material biodegradabel karena sifatnya yang mudah terdegradasi, ketersediaan yang besar, dan terjangkau. Namun, pati memiliki kekurangan seperti kuatnya perilaku hidrofilik dan sifat mekanis yang lebih buruk. Penggunaan partikel filler telah dibuktikan dapat memperbaiki sifat mekanis dari material yang dihasilkan.
Dalam rangka untuk mengoptimasi pembuatan bioplastik dengan sifat mekanis yang lebih baik, maka penelitian ini mengusulkan berupa penggantian
matriks bahan alam menggunakan pati umbi garut dengan ditambahkan ZnO dan agen pemlastis gliserol. Keberhasilan penelitian ini diharapkan menghasilkan
plastik yang ramah terhadap lingkungan. Selain itu pemanfaatan pati umbi garut sebagai bahan baku plastik juga dapat dijadikan peluang peningkatan ekonomi para petani umbi garut karena nilai jual umbi garut yang semakin meningkat dan melestarikan umbi-umbian di Indonesia yang semakin terancam kelestariannya.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah:
Menyelediki kelayakan penggunaan pati umbi garut sebagai bahan pembuat
plastik biodegradabel. Mendapatkan kondisi proses optimal yaitu lamanya waktu pemanasan melalui
percobaan awal pembuatan bioplastik. Mengetahui karakteristik plastik dari tiap-tiap variasi yang dikerjakan yaitu
karakterisasi berupa struktur, morfologi, dan sifat mekanis.
1.3 Batasan Penelitian
Batasan-batasan yang digunakan adalah : Pati umbi garut yang digunakan merupakan pati yang dijual di pasaran
dengan merek dagang tertentu. Gliserol yang digunakan merupakan gliserol proanalisis. Pembuatan bioplastik dilakukan dengan metode melt-intercalation .
Kondisi proses optimum dari bioplastik akan diamati melalui pengamatan
secara visual seperti kondisi larutan dan bioplastik yang terbentuk.
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam makalah skripsi ini adalah: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan dari penelitian
pemanfaatan pati umbi garut untuk pembuatan plastik biodegradabel. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan berbagai informasi yang didapatkan dari berbagai pustaka mengenai teori yang menjadi dasar penelitian ini seperti teori- teori tentang bioplastik, pati, ZnO, pemlastis, melt intercalation, karakterisasi material, dan state of the art dari penelitian.
BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini terdiri atas mekanisme penelitian yang dimulai dengan kelayakan teknik pembuatan bioplastik yang terdiri atas dua pekerjaan BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini terdiri atas mekanisme penelitian yang dimulai dengan kelayakan teknik pembuatan bioplastik yang terdiri atas dua pekerjaan
pembuatan bioplastik. tahap selanjutnya adalah optimasi kondisi operasi
pembuatan bioplastik yang terdiri atas pekerjaan seperti percobaan
pembuatan bioplastik dengan variasi konsentrasi gliserol, percobaan pembuatan bioplastik dengan variasi ZnO. Tahap ketiga adalah
karakterisasi berupa studi morfologi dengan SEM, XRD, FT-IR, dan UV-Vis, studi mekanik, serta uji biodegradabilitas. Bab ini juga dijelaskan alat dan bahan dalam penelitian, serta prosedur penelitian pembuatan bioplastik dan prosedur pengujian biodegradabilitas.
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini terdiri atas hasil percobaan dan analisis data hasil pengamatan yang dimualai dari pembahasan mengenai tahap studi kelayakan teknik pembuatan bioplastik dari pati umbi garut yang terdiri atas persiapan bahan, preliminary experiment, kemudia tahap optimasi kondisi operasi yang terdiri atas pembuatan bioplastik dengan variasi gliserol dan variasi ZnO, serta pembahasan mengenai karakterisasi sifat mekanis, dan tahap terakhir adalah karakterisasi UV-Vis, FT-IR, WVTR, XRD, SEM, dan uji biodegradabilitas.
BAB V : KESIMPULAN Bab ini berisi kesimpulan hasil percobaan pembuatan dan karakterisasi bioplastik serta analisis data hasil pengamatan.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bioplastik
Bioplastik merupakan nama lain dari plastik biodegradabel, plastik yang
dapat digunakan layaknya seperti plastik konvensional, namun akan hancur terurai oleh aktivitas mikroorganisme menjadi hasil akhir air dan gas karbondioksida setelah habis terpakai dan dibuang ke lingkungan. Karena sifatnya yang dapat kembali ke alam, plastik biodegradabel merupakan bahan plastik yang ramah terhadap lingkungan (IBAW Publication, 2005). Plastik biodegradabel adalah
polimer yang dapat berubah menjadi biomassa, H 2 O, CO 2 dan atau CH 4 melalui tahapan depolimerisasi dan mineralisasi. Depolimerisasi terjadi karena kerja enzim ekstraseluler (terdiri atas endo dan ekso enzim). Endo enzim memutus ikatan internal pada rantai utama polimer secara acak, dan ekso enzim memutus unit monomer pada rantai utama secara berurutan. Bagian-bagian oligomer yang terbentuk dipindahkan ke dalam sel dan menjadi mineralisasi. Proses mineralisasi
membentuk CO 2 , CH 4 , N 2 , air, garam-garam, mineral dan biomassa. Definisi polimer biodegradabel dan hasil akhir yang terbentuk dapat beragam bergantung pada polimer, organisme, dan lingkungan.
Gambar 2. 1. Siklus produksi dan degradasi polimer biodegradabel (IBAW Publication, 2005)
6 Universitas Indonesia
2.1.1 Penggolongan Plastik Biodegradabel
Averous (2008), mengelompokkan plastik biodegradabel ke dalam dua
kelompok dan empat keluarga berbeda. Kelompok utama adalah: (1) agro-
polymer yang terdiri dari polisakarida, protein dan sebagainya; dan (2) biopoliester ( biodegradable polyesters ) seperti poli asam laktat (PLA),
polyhydroxyalkanoate (PHA), aromatik and alifatik kopoliester. Biopolimer yang tergolong agro polimer adalah produk-produk biomassa yang diperoleh dari bahan-bahan pertanian. seperti polisakarida, protein dan lemak. Biopoliester dibagi lagi berdasarkan sumbernya. Kelompok Polyhydroxy-alkanoate (PHA) didapatkan dari aktivitas mikroorganisme yang didapatkan dengan cara ekstraksi. Contoh PHA diantaranya Poly ( hydroxybutyrate ) (PHB) dan Poly ( hydroxybutyrate co-hydroxyvalerate ) (PHBV). Kelompok lain adalah biopoliester yang diperoleh dari aplikasi bioteknologi, yaitu dengan sintesis secara konvensional monomer- monomer yang diperoleh secara biologi, yang disebut kelompok polilaktida. Contoh polilaktida adalah poli asam laktat. Kelompok terakhir diperoleh dari produk-produk petrokimia yang disintesis secara konvensional dari monomer- monomer sintetis. Kelompok ini terdiri dari polycaprolactones (PCL), polyesteramides , aliphatic co-polyesters dan aromatic co-polyesters .
2 s, u
o er
Av (
le b a d
ra g e d
io b
tik las
asi p
. Klasifik
mb a G
2.1.2 Penggunaan ZnO dalam bioplastik
Seng oksida adalah sebuah senyawa anorganik dengan formula ZnO.
Biasanya terlihat dalam bentuk bubuk putih, dan hampir tidak larut dalam air.
ZnO mempunyai dua struktur kristal yang berbeda yaitu blended dan wurtzite (Wang Z.L., 2008). ZnO dengan struktur wurzite dimana Zn sebagai kation dan O
sebagai anion membentuk koordinasi tetrahedral. ZnO juga bersifat antimikroba dan transparan jika digunakan sebagai material packaging .
ZnO telah terbukti memiliki efek antimikroba terhadap bakteri gram positif dan ragi (Vijaya Kumar, 2003) menyatakan bahwa struktur kristal ZnO menjadi inhibitor potensi mikroba dalam makanan menggunakan pendekatan sistem dengan antimikroba lain. Penggabungan ZnO untuk film pati menurun terhadap kelembaban plastik karena sifat hidrofobik ikatan tersebut.
Gambar 2. 3. Struktur kristal ZnO a) wurtzite b) blended (Wang Z. L., 2008)
2.1.3 State of The Art Penelitian Bioplastik
Dalam beberapa tahun terakhir ini berbagai penelitian tentang material
pembuatan bioplastik telah dilakukan. Penggunaan gliserol dan kelompok poliol lainnya sebagai agen pemlastis pembentuk bioplastik pun juga sudah dilaporkan. Penggunaan matriks dari bahan alami pun telah dilakukan. Diantaranya adalah dengan kombinasi matriks/pengisi sebagai berikut: Corn starch /asam laurat dengan teknik melting (Wang Ning, 2008), potato starch/gliserol (Gonzalez, 2011) maupun dengan menggunakan matriks protein (Shaomin Sun, 2008). Penggunaan pati sebagai polimer degradabel dan matriks dari suatu bioplastik dapat dilihat pada tabel 2.1.
ik
last p io
B elitian
en P rt e h A
O te ta S
bel 2 a T
2.2 Pati
Pati merupakan suatu senyawa karbohidrat kompleks dengan ikatan α- glikosidik. Pati dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa
(sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Pati yang diproduksi secara komersial biasanya didapatkan dari jagung, gandum, beras, dan tanaman-tanaman
umbi seperti kentang,singkong, dan ubi jalar. Jumlah produksi tahunan dunia pati adalah sekitar 60 juta MT dan diperkirakan akan meningkat sekitar 10 juta MT pada tahun tambahan 2011 (FAO, 2006b; LMC International, 2002; Patil SK dan Associates, 2007 dalam Wajira S. Ratnayake, 2009). Jagung ( Zea mays L.), singkong/tapioka ( Manihot esculenta Crantn ), Ubi jalar ( Ipomoea batatas L.), gandum ( Triticumaestivum L.), dan kentang ( Solanum tuberosum L.) merupakan sumber utama dari pati, sedangkan padi ( Oryza sativa L.), gandum ( Hordeum vulgare L.), sagu ( Cycas spp.), Garut ( Tacca leontopetaloides (L.) Kuntze) memberikan kontribusi dalam jumlah yang lebih kecil terhadap total produksi global. Dalam Tabel. 2.2 dapat dilihat kandungan pati dari beberapa bahan pangan.
Tabel 2. 2. Kandungan pati pada beberapa bahan pangan (Wajira S. Ratnayake, 2009)
Bahan Pangan
Pati (% dalam basis kering)
Biji gandum
Biji Sorghum
Ubi Jalar
Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Struktur amilosa merupakan struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa. Amilopektin terdiri dari struktur bercabang dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa dan titik percabangan amilopektin merupakan ikatan α-(1,6). Amilosa memberikan sifat keras sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket. Kadar kedua komponen ini nantinya akan mempengaruhi sifat mekanik dari polimer alami yang terbentuk.
Gambar 2. 4. Struktur molekul dari kandungan pati (Wajira S. Ratnayake, 2009)
(a) Amilosa (b) Amilopektin
Belakangan ini telah banyak dilakukan pengembangan penggunaan pati sebagai bahan dasar plasik biodegradabel. Di luar negeri pun, penggunaan pati sebagai bahan dasar pun telah banyak dilakukan dan telah dihasilkan plastik biodegradabel yang sudah dapat di jual-belikan. Di Indonesia pun, pengembangan penggunaan pati sebagai polimer alami bahan dasar plastik biodegradabel telah dilakukan. Pada tahun 1996, Sumari melakukan penelitian karakterisasi poliblend LLDPE-pati sebagai alternatif plastik yang terbiodegradasi. Pada tahun yang sama, Yuliana, Neti, melakukan penelitian proses produksi bioplastik dari pati
tapioka yang dilakukan dengan memodifikasi struktur pati pada suhu 130-190 o C
5 pada tekanan 0-50 x 10 2 N/m dan mencampurkannya dengan termoplastik sintesis. Pada tahun 1999, Rusendi, Dedi melakukan penelitian mengenai produksi
biopolimer dengan cara menghidrolisis sampah singkong menggunakan alpa- amylase liquefaction enzyme dan amyloglucosidase saccharification enzyme dari Rhizophus sp. Pada tahun 2005, Liesbetini Hartono, dkk. melakukan penelitian, yaitu rekayasa proses produksi poli asam laktat (PLA) dari pati sagu sebagai
bahan baku plastik biodegradabel, dengan menggunakan variasi jenis bakteri dan kondisi operasi proses fermentasi untuk menghasilkan asam laktat, dan dengan proses polimerisasi kondensasi langsung dapat dihasilkan PLA. Pada tahun 2006, Hanny Widjaja, dkk. melakukan penelitian mengenai sintesa PLA dari limbah pembuatan Indigenous Starch untuk pembuatan plastik ramah lingkungan. Pada tahun 2006, Syamsu, K, dkk. melakukan penelitian pemanfaatan hidrolisat pati sagu sebagai sumber karbon untuk memproduksi bioplastik Polihidroksi Alkanoat (PHA) oleh Ralstonia eutropha pada sistem kultivasi feed batch . Iswarin, S.J, dkk, melakukan penelitian plastik pembuatan plastik biodegradabel dengan mencampur bahan baku plastik biodegradabel, dengan menggunakan variasi jenis bakteri dan kondisi operasi proses fermentasi untuk menghasilkan asam laktat, dan dengan proses polimerisasi kondensasi langsung dapat dihasilkan PLA. Pada tahun 2006, Hanny Widjaja, dkk. melakukan penelitian mengenai sintesa PLA dari limbah pembuatan Indigenous Starch untuk pembuatan plastik ramah lingkungan. Pada tahun 2006, Syamsu, K, dkk. melakukan penelitian pemanfaatan hidrolisat pati sagu sebagai sumber karbon untuk memproduksi bioplastik Polihidroksi Alkanoat (PHA) oleh Ralstonia eutropha pada sistem kultivasi feed batch . Iswarin, S.J, dkk, melakukan penelitian plastik pembuatan plastik biodegradabel dengan mencampur
kentang. Selanjutnya, bahan plastik tersebut kemudian diuji sifat mekanik dan
sifat biodegradabelnya. Pada tahun 2007, Muhammad Hasan, dkk. melakukan
penelitian tentang plastik ramah lingkungan dari polikaprolakton dan pati tapioka dengan penambahan refined bleached and deodorized palm oil (RBDPO) sebagai
pemlastis alami. Pada tahun 2007-2008, Feris irdaus, dkk. melakukan penelitian mengenai sintesis film kemasan ramah lingkungan dari komposit pati, khitosan dan asam polilaktan dengan pemlastik gliserol.
Penggunaan pati sebagai polimer alami memiliki keterbatasan, diantaranya adalah sifat mekaniknya yang kurang baik, serta kemampuannya untuk menyerap air. Untuk mengatasi hal ini, maka penelitian-penelitian untuk memperbaiki sifat- sifat ini pun telah dilakukan. Penelitian yang berkembang salah satunya adalah membuat komposit dengan menggunakan polimer yang berasal dari pati, dan menambahkan nanoparikel untuk memperbaiki sifat-sifatnya. Penggunaan pati sebagai polimer degradabel dan matriks dari suatu komposit dapat dilihat pada tabel 2.3. Tabel ini juga menunjukkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan terkait dengan pembuatan komposit dengan pati sebagai matriksnya.
Tabel 2. 3. Penelitian-Penelitian mengenai komposit dengan pati sebagai matriks (Jose M.
Lagaron, 2011)
Jenis Pati
Bahan lain
Filler
Kondisi proses Referensi
selain pati
(Nanoparticles)
Twin screw extrusion untuk
Campuran dari: McGlashan
membentuk pellet. Single
And Halley,
poliester
screw extrusion untuk
(2005) dimodifikasi
2. maizena yang
Organo clay
Plasticizer
membentuk blown film
Single screw extrusion dari pati dan gliserol untuk
Huang et al. Pati jagung
Gliserol
Na MMT
membentuk pellet. Pellet di (2006) campur dengan nanopartikel lalu di reextrude.
Pencampuran suspensi ke Pandey et Corn starch
dalam air kemudian di cetak al. (2004)
Single screw extrusion dari Pati jagung
Gliserol,
Wang, Ning
CA (asam
Na MMT
campuran pati,MMT, gliserol et al. (2008)
sitrat)
dan CA
Pati jagung Serangkaian dari teknik Dean et al.
Na- MMT dan
dengan kadar
premixing yang diikuti (2008) amilosa tinggi
Air
fluoromica sintetis
dengan twin screw extrusion
Na Cloisite (MMT) dan Cloisite 30B
Twin screw extrusion – Chiou et al. Pati gandum
Air
(OMMT
berbagai macam kondisi (2011)
termodifikasi
proses
secara organik) Na- MMT dan
Premixed lalu melt mixed di Bagdi et al.
three organic
Pati gandum
Gliserol
MMTs
dalam pengaduk statik (2000)
treated
(OMMTs)
Pati kentang
Gliserol,
Twin screw mixing dari pati
air,
MMT
lalu dicetak menjadi bentuk Avella et al. (2009)
poliester
film
MMT, Hectorite, Hectorite
Chen et al. Pati kentang
Premixed lalu twin roll
Twin roll mixed lalu foamed Chen et al.
Pati kentang ammonium dengan Urea di dalam cetakan.
MMTs
(NH4MMT) Na Cloisite (MMT)
Pati Gandum,
Twin screw extrusion – Chiou et al. kentang, dan
and Cloisite 10A,
berbagai macam kondisi jagung Wheat,
termodifikasi secara organik)
Melt intercalation lalu Ma (2008) polong
Pati kacang
dicetak membentuk film Na Cloisite (MMT) Melt blended di dalam roller and Cloisite 30B
setelah premixing lalu Qiao et al. Tapioka
ditekan membentuk
termodifikasi)
lembaran.
Penambahan nanopartikel pada komposit bertujuan untuk memperbaiki sifat dari
komposit dan membuat komposit memiliki sifat tertentu. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh McGlashan dan Halley pada tahun 2003 pada kadar pati yang
sama penambahan kadar nanopartikel akan meningkatkan tensile strength dari komposit, selain itu young modulus pun juga meningkat dari 17 Mpa (0% clay)
menjadi 65 Mpa (5% clay). Hal yang sama juga ditunjukkan oleh hasil penelitian oleh Wilhem et al. pada tahun 2003 , Huang et al.pada tahun 2004 dan Avella et al. pada tahun 2005.
2.2.1 Penggunaan Pati sebagai Bahan Baku Plastik Biodegradabel
Indonesia kaya akan sumberdaya alam, diantaranya pati-patian yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan plastik biodegradabel. Pengkajian pemanfaatan sumberdaya pati Indonesia untuk produksi plastik biodegradabel dapat dilakukan melalui 3 cara yaitu :
(1) Pencampuran ( blending ) antara polimer plastik dengan pati
Pencampuran dilakukan dengan menggunakan extruder atau dalam mixer berkecepatan tinggi ( high speed mixer ) yang dilengkapi pemanas untuk melelehkan polimer plastik. Plastik yang digunakan dapat berupa plastik biodegradabel (PCL, PBS, atau PLA) maupun plastik konvensional (polietilen). Sedangkan pati yang digunakan dapat berupa pati mentah berbentuk granular maupun pati yang sudah tergelatinisasi. Sifat mekanik dari plastik biodegradabel yang dihasilkan tergantung dari keadaan penyebaran pati dalam fase plastik,
dimana bila pati tersebar merata dalam ukuran mikron dalam fase plastik, maka produk plastik biodegradabel yang didapat akan mempunyai sifat mekanik yang
baik.
(2) Modifikasi kimiawi pati
Untuk menambahkan sifat plastisitas pada pati, metode grafting sering digunakan. Sifat biodegradabilitas dari produk plastik yang dihasilkan tergantung daripada jenis polimer yang dicangkokkan pada pati. Jika polimer yang dicangkokkan adalah polimer yang bersifat biodegradabel, maka produk yang dihasilkan juga akan bersifat biodegradabel. Namun demikian, biasanya sifat Untuk menambahkan sifat plastisitas pada pati, metode grafting sering digunakan. Sifat biodegradabilitas dari produk plastik yang dihasilkan tergantung daripada jenis polimer yang dicangkokkan pada pati. Jika polimer yang dicangkokkan adalah polimer yang bersifat biodegradabel, maka produk yang dihasilkan juga akan bersifat biodegradabel. Namun demikian, biasanya sifat
proses modifikasi kimiawi.
(3) Penggunaan pati sebagai bahan baku fermentasi menghasilkan
monomer/polimer plastik biodegradabel
Pati dapat dipakai sebagai bahan baku fermentasi untuk menghasilkan
asam laktat (monomer dari PLA), 1,4-butanediol (monomer dari PBS) atau poliester mikroba (PHB) atau biopolimer lainnya seperti pullulan.
2.2.2 Pati Umbi Garut Pati umbi Garut merupakan hasil ekstraksi umbi Garut dari tanaman garut
( Maranta arundinaceae L. ) yang merupakan jenis umbi-umbian yang memiliki kandungan patinya sekitar 80 - 85% sehingga umbi garut tidak kalah dengan umbi-umbian lain yang dianggap sebagai sumber pati seperti pati ketela pohon (85%), pati ketela rambat (63%) dan pati kentang (18%). Tanaman garut ( Maranta arundinacea L ) dapat tumbuh maksimal di bawah lindungan pohon dengan kadar matahari minimum, sehingga tanaman ini potensial diusahakan di hutan rakyat, tanah pekarangan, maupun daerah-daerah penghijauan. Tanaman ini mampu tumbuh pada tanah yang miskin kesuburannya, meskipun untuk produksi terbaik harus dipupuk. Pati garut dapat digunakan sebagai alternatif untuk pengganti atau substitusi tepung terigu sebagai bahan baku pembuatan kue, mie, roti kering, bubur bayi, makanan diet pengganti nasi, disamping digunakan di industri kimia, kosmetik, pupuk, gula cair dan obat-obatan. Akan tetapi pemanfaatan tepung garut masih menghadapi beberapa kendala, terutama
pemasaran dan kontinuitas pasokan bahan baku (Wajira S. Ratnayake, 2009).
Pati tersusun atas dua fraksi penting yaitu amilosa yang merupakan fraksi linier dan amilopektin yang merupakan fraksi cabang. Penanamannya masih cukup luas di pedesaan walaupun juga semakin terancam kelestariannya. Garut menghasilkan umbi yang dapat dimakan. Kandungan amilosa pada umbi garut berkisar 15,21% dengan kadar amilopektinnya 84,79%. Selain itu terbatasnya petroleum sebagai bahan baku plastik dan pembuangan limbahnya yang dapat menyebabkan polusi mendorong penelitian-penelitian untuk membuat suatu material baru sebagai pengganti material ini. Komposisi kimia tanaman garut Pati tersusun atas dua fraksi penting yaitu amilosa yang merupakan fraksi linier dan amilopektin yang merupakan fraksi cabang. Penanamannya masih cukup luas di pedesaan walaupun juga semakin terancam kelestariannya. Garut menghasilkan umbi yang dapat dimakan. Kandungan amilosa pada umbi garut berkisar 15,21% dengan kadar amilopektinnya 84,79%. Selain itu terbatasnya petroleum sebagai bahan baku plastik dan pembuangan limbahnya yang dapat menyebabkan polusi mendorong penelitian-penelitian untuk membuat suatu material baru sebagai pengganti material ini. Komposisi kimia tanaman garut
garut.
Tabel 2. 4. Komposisi kimia tanaman garut (Wajira S. Ratnayake, 2009)
No
Komposisi
Persentasi kandungan (%)
1 Kadar air
2 Protein kasar
Gambar 2. 5. Diskripsi tanaman garut (Wajira S. Ratnayake, 2009)
(a) Tanaman Garut (b) Umbi Garut
Umumnya pembuatan pati adalah dengan melalui proses pemaritan, pemerasan, penyaringan, pengendapan pati, dan pengeringan. Beberapa tahun belakangan ini, penelitian dengan menggunakan pati sebagai bahan baku
pembuatan polimer telah dilakukan (Wajira S. Ratnayake, 2009). Dari penelitian ini diketahui bahwa pati dari umbi-umbian dapat dibentuk menjadi polimer dan
dapat digunakan menjadi matriks dalam membuat suatu plastik.
2.2.3 Gelatinisasi Pati
Teori mengenai gelatinisasi pati pada awalnya disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk ukuran dan bentuk butiran (granular) dari pati. Bila pati dipanaskan dalam air berlebih, granular akan membengkak dan granular tersebut akan kehilangan birefringence . Setelelah butiran-butiran membengkak mencapai Teori mengenai gelatinisasi pati pada awalnya disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk ukuran dan bentuk butiran (granular) dari pati. Bila pati dipanaskan dalam air berlebih, granular akan membengkak dan granular tersebut akan kehilangan birefringence . Setelelah butiran-butiran membengkak mencapai
pati dan membentuk dispersi koloid dalam air.
Gambar 2. 6. Ilustrasi proses gelatinisasi pati (Colonna et all., 1985 dalam Wajira S. Ratnayake,
2.3 Pemlastis ( Plasticizer )
Pembuatan film pati memerlukan campuran bahan aditif untuk mendapatkan sifat mekanis yang lunak, ulet, dan kuat. Untuk itu perlu ditambahkan suatu zat cair/ padat agar meningkatkan sifat plastisitasnya. Proses ini dikenal dengan plastisasi, sedang zat yang ditambahkan disebut pemlastis. Di samping itu pemlastis dapat pula meningkatkan elastisitas bahan, membuat lebih tahan beku dan menurunkan suhu alir, sehingga pemlastis kadang-kadang disebut juga dengan antibeku. Jelaslah bahwa plastisasi akan mempengaruhi semua sifat Pembuatan film pati memerlukan campuran bahan aditif untuk mendapatkan sifat mekanis yang lunak, ulet, dan kuat. Untuk itu perlu ditambahkan suatu zat cair/ padat agar meningkatkan sifat plastisitasnya. Proses ini dikenal dengan plastisasi, sedang zat yang ditambahkan disebut pemlastis. Di samping itu pemlastis dapat pula meningkatkan elastisitas bahan, membuat lebih tahan beku dan menurunkan suhu alir, sehingga pemlastis kadang-kadang disebut juga dengan antibeku. Jelaslah bahwa plastisasi akan mempengaruhi semua sifat
dan suhu alir, suhu transisi kaca, dll. (M. Tietz, 2008).
Proses plastisasi pada prinsipnya adalah dispersi molekul pemlastis ke
dalam fasa polimer. Jika pemlastis mempunyai gaya interaksi dengan polimer, proses dispersi akan berlangsung dalam skala molekul dan terbentuk larutan
polimer-pemlastis yang disebut kompatibel. Sifat fisik dan mekanis polimer- terplastisasi yang kompatibel ini akan merupakan fungsi distribusi dari sifat komposisi pemlastis yang masing-masing komponen dalam sistem. Bila antara pemlastis dengan polimer tidak terjadi percampuran koloid yang tak mantap yang berarti polimer dan agen pemlastis tidak kompatibel akan menghasilkan sifat fisik berkualitas rendah.
2.3.1 Gliserol Sebagai Plasticizer
Dalam pembuatan bioplastik, gliserol mempunyai peranan yang cukup penting. Gliserol merupakan salah satu agen pemlastis yang sering digunakan. Hal ini karena gliserol merupakan bahan yang murah, sumbernya mudah diperoleh, dapat diperbaharui, dan juga akrab dengan lingkungan karena mudah didegradasi oleh alam. Pati yang merupakan polimer alam yang tidak mahal dan terbaharukan yang hadir dalam bentuk butiran tidak dapat diproses menjadi material termoplastik karena kuatnya ikatan hidrogen intermolekular dan intramolekular. Tetapi dengan adanya air dan plasticizer dalam hal ini gliserol, pati dapat diolah menjadi polimer yang biodegradabel yang biasa disebut thermoplastic starch .
Gliserol umumnya digunakan sebagai material plastisasi dalam proses pembuatan plastik yang bersifat degradabel. Material plastisasi umumnya
merupakan molekul kecil yang larut dalam struktur yang amorf diantara molekul- molekul polimer yang lebih besar. Material plastisasi memacu proses pencetakan, dan meningkatkan fleksibilitas produk. Diperlukan pencampuran sempurna untuk memperoleh distribusi homogen (Zhong Lin, 2008).
2.3.2 Mekanisme Plastisasi
Interaksi antara polimer dengan pemlastis dipengaruhi oleh sifat afinitas kedua komponen, jika polimer pemlastis tidak terlalu kuat maka akan terjadi Interaksi antara polimer dengan pemlastis dipengaruhi oleh sifat afinitas kedua komponen, jika polimer pemlastis tidak terlalu kuat maka akan terjadi
Plastisasi ini hanya mempengaruhi gerakan dan mobilitas struktur.
Jika terjadi interaksi polimer-polimer cukup kuat maka molekul pemlastis
akan terdifusi ke dalam rantai polimer (rantai polimer amorf membentuk satuan struktur globular yang disebut bundle ) menghasilkan plastisasi infrastruktur intra
bundle . Dalam hal ini molekul pemlastis akan berada di antara rantai polimer dan mempengaruhi mobilitas rantai yang dapat meningkatkan plastisasi sampai batas kompatibilitas yaitu sejumlah yang dapat terdispersi (terlarut) dalam polimer. Jika jumlah pemlastis melebihi batas ini, maka akan terjadi sistim yang heterogen dan plastisasi melebihi tidak efisien lagi.
2.3.3 Teori Plastisasi
Plastisasi akan mempengaruhi sifat fisik dan sifat mekanis bahan polimer seperti kekuatan tarik, kelenturan, kemuluran, sifat listrik, suhu alir, dan suhu transisi gelas (Tg). Ada beberapa informasi teori dari Hall Star (2009) yang menjelaskan peristiwa plastisasi.
a. Teori pelumasan Dalam teori ini pemlastis dipandang sebagai sebuah pelumas yang tidak menunjukkan gaya-gaya dengan ikatan polimer. Molekul pemlastis hanya terdispersi antara fasa polimer sehingga menurunkan gaya-gaya intermolekul pada rantai polimer dan oleh karenanya hanya menyebabkan plastisasi parsial. Jika pemlastis memiliki gaya interaksi dengan polimer, proses dispersi akan berlangsung dalam skala molekul dan terbentuk larutan polimer
pemlastis. Dalam hal ini polimer dan pemlastis disebut kompatibel. Senyawa- senyawa pemlastis yang bertindak sebagai pelumas bukan plastis yang efektif
karena hanya menurunkan viskositas lelehan sehingga mempermudah proses pengolahan bahan polimer.
b. Teori solvasi Teori ini didasarkan pada konsep kimia koloid. Sistem polimer pemlastis dipandang sebagai sebuah koloid liofik dimana pemlastis membentuk lingkaran solvasi disekeliling partikel polimer (fasa dispersi). Secara fisik, tidak ada perbedaan mendasar antara bahan-bahan yang berfungsi sebagai b. Teori solvasi Teori ini didasarkan pada konsep kimia koloid. Sistem polimer pemlastis dipandang sebagai sebuah koloid liofik dimana pemlastis membentuk lingkaran solvasi disekeliling partikel polimer (fasa dispersi). Secara fisik, tidak ada perbedaan mendasar antara bahan-bahan yang berfungsi sebagai
interaksi fisik) antara pemlastis atau pelarut dan polimer. Kekuatan solvasi
dari plastis tergantung pada berat molekul dan gugus fungsinya. Pemlastis
efektif sebagai pelarut ditentukan oleh tiga gaya intermolekular, yaitu gaya pemlastis pemlastis, gaya pemlastis polimer, dan gaya polimer polimer.
Pemlastis harus memiliki molekul molekul yang kecil dan memiliki gaya atraktif yang sesuai dengan polimer dan harus lebih rendah daripada gaya atraktif antara sesama rantai polimer. Keefektifan pemlastis meningkat bila gaya pemlastis pemlastis lebih rendah daripada gaya polimer polimer.
c. Teori polaritas Sesuai teori ini gaya intermolekul antara molekul-molekul pemlastis, molekul-molekul polimer, dan molekul-molekul pemlastis polimer harus seimbang untuk menghasilkan gel yang stabil. Oleh karena itu polaritas pemlastis yang mengandung satu atau lebih gugus polar dan non polar harus sesuai dengan polaritas dari partikel polimer. Polaritas molekul pemlastis bergantung adanya gugus yang mengandung oksegen, fosfat, dan sulfur.
2.4 Preparasi Bioplastik
2.4.1 In Situ Intercalative Polymerization
Dalam metode ini, layer silikat mengembang dalam monomer cair atau larutan monomer sehingga pembentukan polimer dapat terjadi antara lembar yang terinterkalasi. Polimerisasi dapat dimulai baik oleh panas atau radiasi,oleh difusi sebuah inisiator yang cocok, atau oleh organik inisiator atau katalis tetap melalui
pertukaran kation dalam interlayer sebelum langkah pengembangan.
2.4.2 Melt Intercalation
Teknik melt intercalation pertama-tama dilaporkan oleh Vaia et al (Ma X. C., 2008). Proses pembuatan ini tidak memerlukan penambahan pelarut dan layer silikat yang dicampur dengan matrik polimer. Proses pembuatan plastik dengan metode interkalasi, merupakan metode modifikasi dari Vigneshwaran seperti yang dilakukan oleh Ma, XF. (2008). Perilaku elastik tipikal dengan perentangan Teknik melt intercalation pertama-tama dilaporkan oleh Vaia et al (Ma X. C., 2008). Proses pembuatan ini tidak memerlukan penambahan pelarut dan layer silikat yang dicampur dengan matrik polimer. Proses pembuatan plastik dengan metode interkalasi, merupakan metode modifikasi dari Vigneshwaran seperti yang dilakukan oleh Ma, XF. (2008). Perilaku elastik tipikal dengan perentangan
metode melt intercalation.
Gambar 2. 7. Ilustrasi dari berbagai komposit yang dapat terbentuk dari interaksi antara la yered silicate dan polimer. (a) Phase - separated composite (b) intercalated composite (c) exfoliated
composite (Fauze A. Aouada, 2011)
Dengan pelurusan, persyaratan tegangan meningkat dan dihasilkan modulus elastisitas non linear. Di atas Tg, polimer amorf mengalir secara viskos. Hasilnya, regangan dan aliran elastik saling menguatkan. Besarnya aliran viskos sangat bervariasi tergantung struktur molekuler. Aliran viskos dihambat oleh pembentukan hubung-silang, berkurang dengan peningkatan kristalinitas dan tentunya bervariasi dengan waktu. Karena di atas Tg viskositas berkurang secara eksponensial, suhu merupakan faktor yang penting baik untuk pengendalian proses atau untuk aplikasi (Ma X. C., 2008).
Gambar 2. 8. Perbedaan mekanisme dari dispersi clay dengan kombinasi metode interkalasi dari larutan dan melt intercalation pati jagung/ MMT (Fauze A. Aouada, 2011)
2.4.2 Interkalasi Larutan
Proses ini didasarkan pada sistem pelarut di mana biopolimer atau bioprepolimer, seperti pati dan protein terlarut dan nanofiller anorganik yang biasanya silikat,di kembangkan. Layer silikat pertama-pertama dikembangkan di dalam suatu pelarut seperti air, kloroform, atau toluen. Ketika biopolimer dan larutan nanopartikel yang mengembang dicampur, rantai polimer akan
terinterkalasi dan menggantikan pelarut dalam interlayer dari silikat. Setelah penghilangan pelarut, struktur yang telah terinterkalasi akan tertinggal dan akan
membentuk biopolimer/layer silikat bioplastik.
2.5 Karakterisasi Material
Tahap karakterisasi bertujuan untuk mengetahui data-data spesifik material yang akan digunakan untuk menganalisis struktur bioplastik serta bahan-bahan yang digunakan seperti penggunaan matriks polimer, filler, maupun agen Tahap karakterisasi bertujuan untuk mengetahui data-data spesifik material yang akan digunakan untuk menganalisis struktur bioplastik serta bahan-bahan yang digunakan seperti penggunaan matriks polimer, filler, maupun agen
dihasilkan.
2.5.1 Karaterisasi X-ray Diffraction (XRD)
X-rays (sinar-X) adalah radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang yang sebanding dengan ukuran atom, sehingga dapat digunakan untuk
menyelidiki susunan struktur dari atom dan molekul pada berbagai jenis material. Peak pada pola difraksi sinar-x berhubungan langsung dengan jarak antar atom. Berkas sinar-X masuk berinteraksi dengan atom yang tersusun dalam urutan periodik seperti pada gambar 2.9.
Gambar 2. 9. Sinar-X yang masuk dalam susunan atom (Romero-Bastida, 2004)
Pada posisi tertentu bidang geometri dengan jarak antar bidang d, kondisi untuk difraksi ( peak ) dapat ditulis sebagai persamaan yang disebut hukum Bragg:
(2.1) dengan : λ = panjang gelombang sinar x θ = susut pembauran
2d sin θ = nλ
n = urutan peak difraksi
Karakterisasi X-ray diffraction (XRD) dapat memberikan informasi karakteristik struktur material dalam fasa kristal dan amorfnya. Dalam karakterisasi lapisan film ZnO, XRD digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan bentuk-bentuk kristal ZnO kristal . Selain itu untuk melihat apakah matriks, filler ZnO, dan gliserol telah terjadi proses interkalasi.
2.5.2 Karakterisasi Spektroskopi
a. Karakteriasi UV-Vis
Bahan semikonduktor, salah satu bahan yang digunakan sebagai penahan
sinar UV pada ZnO, memiliki dua buah pita utama yaitu pita valensi dan pita konduksi. Pita yang lebih rendah, yaitu pita valensi, memiliki tingkat energi yang
diisi oleh elektron yang dipisahkan oleh energi E R dengan pita kedua yang ada diatasnya. Pita kedua ini kosong dan berada pada tingkat yang lebih tinggi yang disebut pita konduksi karena elektron dari pita ini cukup bebas untuk berpindah dengan bantuan elektrik yaitu konduksi. Diantara keduanya terdapat celah energi kosong ( void energy region ) yang disebut celah pita atau band gap, dimana tidak tersedia level-level energi untuk mempromosikan rekombinasi elektron dan hole yang diproduksi oleh suatu fotoaktivasi dalam bahan semikonduktor.
b. Karakterisasi FT-IR